CERPEN : ROSELINE SI PEMILIK TANGAN AJAIB - i-Codee

Breaking

i-Codee

from Apriloza to you, "i know i share"

Post Top Ad

loading...
close

CERPEN : ROSELINE SI PEMILIK TANGAN AJAIB

Cerpen ini termaktub dalam harian Fajar Sumatera edisi 12 Oktober 2018

Roseline Si Pemilik Tangan Ajaib
Oleh : Apriloza

Roseline, yang kusebut si pemilik tangan ajaib. Kali ini tangannya penuh gemetar, terduduk di sudut ruangan. Aku bisa apa? Selain berbicara saja. Kasihan sekali tangan itu tak berguna, apakah tugas tangan hanya untuk mengusap air mata atau air hidung yang keluar setelah air mata? Aku jadi tak benar-benar yakin dengan keajaiban, tapi hal itu malah membuatku tergugah untuk membuktikannya.
Padahal ia harapanku dan mungkin satu-satunya cahaya yang mampu membebaskanku dari nestapa. Indahnya sebuah kebebasan, aku sangat merindukan itu. Walaupun sesungguhnya Roseline lah yang patut menerima kebebasan daripada aku, tapi aku selalu bersamanya. Ia selalu membawaku dan membuatku benar-benar terjebak dalam bilik ini.
“Ayolah Roseline, jadilah pemberontak yang tangguh”, lalu Roseline bangkit menyibak horden kamarnya. Melihat dunia telah malam, dunia yang kelam tanpa pendar di luar, hanyalah dunia yang tak layak untuk dipandang. Roseline berpaling pada sebuah bayang-bayang hitam yang tercipta oleh remang.
Roseline tampak gundah, bangkit dan bangun, tak ayal sebuah lilin kecil di sudut kamar ini, menari karena terpaan angin. Terang, nyaris padam, dan terang kembali. Saat Roseline mendekat, gelap terasa memudar, hangat terasa walau hanya di ujung asap, kurasakan serangga yang ikut menari bahkan bayangan dari jari-jari magisnya.
Satu-dua-tiga, burung terbang di langit-langit ruangan. Burung-burung emas yang menari. Tangan magisnya berulah kembali. Sesuatu di telapak tangannya ia tiupkan ke udara seolah memanggil burung-burung itu mendekat. Hap. Tiga burung itu terbang berhamburan di sekitar kami meninggalkan ribuan serdadu bulu yang dapat berbicara.
Mereka berkumpul menjadi satu membentuk sebuah permadani. Permadani yang melesat lebih cepat dari yang ada pada legenda seribu satu malam. Permadani itu berkeliling, membawa Roseline melayang. Roseline terus berpegang erat pada sudutnya sambil bersorak-sorai. Lalu ia terjatuh di atas kasur sambil tertawa tergelak-gelak.
“Oliiiine jangan berisik.” suara seorang wanita dari balik pintu.
Roseline mendesis, “sssst”. Memberi aba-aba seraya mengacungkan satu jari di pucuk bibirnya.
Lalu mereka mengendap-endap berjalan menuju lemari dan mengeluarkan semua isinya. Serdadu itu menunjuk pada sebuah jalan rahasia di dalamnya. Jalan kebebasan yang damai, untuk melintasi ruang melintasi waktu.  Roseline menggeleng tak yakin. Jika pendapatku dapat ia tanyakan, dan tentu “ya” bagiku. Tiba-tiba beberapa serdadu mendorongnya paksa hingga ia pun terjatuh di lautan awan.
Awan-awan magis. Putih dan lembut membuatku merasa berdosa telah menginjaknya. Tidak dengan aroma ini, aku sangat familiar namun aku tak ingat aroma apa? Sedangkan  Roseline mengendus-endus awan itu dengan cermat, terdiam sejenak untuk berpikir seraya menggumamkan sesuatu. “Ya, gula magis. Ini adalah awan gula magis”. Semua serdadu bersorak-sorai, saling mengucapkan selamat datang di Neverland. Aku dan Roseline pun lompat bersamaan di atas awan petualangan.
Seluruhnya berpesta, Roseline melayang kesana-kemari, menari dalam tabuhan serdadu yang siap berperang. Bulu-bulu kembali merapat mejadi sebuah kapal emas, sedangkan yang lain berbaris rapi dan siap diberi komando. “Aku ingin ke Flying Dutch Man sang penjelajah laut abadi”. Mereka pun melesat laksana garis di atas lukisan lazuardi.
Seketika langit berubah menjadi gelap. Sebuah api raksasa melayang di udara, diikuti oleh suara ledakan. Pecah suara tabuh serdadu. Mereka berhamburan melayang. Kami pun terjatuh ke sebuah lubang yang sangat gelap. Segelap lubang ingatan.
Tiba-tiba aku teringat dengan naskah pertunjukan bulan lalu. Roseline, si tokoh protagonis, gadis cilik yang beranjak remaja berperan sebagai gadis tanpa nama yang melakukan sesuatu tanpa alasan. Kini, Roseline melakukannya kembali, tertarik waktu hingga tiba di atas panggung sandiwara itu. Tentu setelah sebagian besar hidupnya runtuh ke dalam jurang nestapa. “Ayah, Ibu” rasanya aku tak ingin mendengar dialog itu lagi. Ia pun menggelengkan kepalanya dengan cepat. Berusaha menenangkan hati dan pikiran walau semua itu tidak akan berhasil. Lalu ia terduduk menangis di sudut ruangan.
“Roseline, jangan main api!” seseorang sambil menggedor pintu dengan keras, semakin keras, keras bersahut-sahutan dan suara itu larut dalam riuhnya tabuhan serdadu bulu.
“Darrr!” Pesta kembang api dimulai. Indahnya malam ini dapat kurasakan melalui bulan sabit yang tercipta melalui ujung-ujung bibir Rosline atau aku? Ah tak ada bedanya. Aku bahagia melihat cahaya di langit bagaikan semburan api naga dalam kisah dongeng dari negeri Cina. Aku hanya ingin membawa Roseline bebas menjelajahi dunia melalui tangan ajaibnya.
Kali ini, aku ingin tangan Roseline membuat keajaiban lagi, lagi dan terus begitu. Sebuah keinginan rahasianya, aku tahu tatkala ia menyisipkannya dalam setiap doa, sebuah impian yang telah larut tergerus waktu, tentang ayah, tentang ibu dan masa kecilnya yang hangat dalam dekapan. “Ayo Roseline ciptakan ayah dan ibu melalui tangan ajaibmu? Ayo kita putar waktu!” pintaku tanpa ragu. Kemudian Roseline menggerak-gerakkan tangannya, berputar di udara sembari membacakan mantra. Sebuah air mata merembes dari sudut-sudut matanya, seolah pintaku ini bagian tersulit yang tak dapat ia ciptakan. Seketika tetesan itu jatuh termakan gravitasi bumi dan berhamburan menjadi cahaya-cahaya yang berserakkan.
Matanya menatap kosong langit-langit dan kurasakan denyut jantung Roseline yang begitu cepat saat dadanya berusaha menarik nafas begitu dalam. Aku hanya terus menggerutu di dalam hati dan otaknya agar iya bangkit. Ia terlalu lemah dan tangan ajaib itu kini terkulai tanpa daya. Matanya mulai memicing karena kepungan cahaya yang sangat menyilaukan. Sedangkan di luar sana samar terdengar teriak, “kebakaran.”
(Lampung Tengah, September 2018)

Memiliki nama pena Apriloza. Kelahiran Lampung, 22 April. Saat ini tinggal di Lampung Tengah. Salah Satu Karyanya yang berjudul Surat Si Kaki Kecil termaktub dalam Antologi berjudul Jalan Terakhir.



kata kunci:
cerpen surat si kaki kecil, cerpen koran, contoh cerpen remaja, contoh cerpen laut, contoh cerpen romansa, cerpen percintaan, cerpen sosial, cerpen politik, contoh cerpen anak, contoh cerpen nelayan, cerpen sastra, penerbit anlitera, cerpen sedih, cerpen humor, cerpen lucu, cerpen, terbaru, cerpen koran minggu, surat, puisi.

1 comment:

Halo, Admin menunggu komentar anda. Katakan sesuatu tentang postingan ini!

Post Top Ad

loading...